Surat Untukmu Ketiga
3
Februari 2017
Berharap waktu akan lebih berpihak pada kita. Waktu
akan berjalan sangat cepat sehingga tujuh purnama lagi aku bisa bertemu
denganmu. Kemungkinan besar aku dapat bertemu denganmu. Sekarang-sekarang ini
aku hanya bisa melihatmu melalui potretmu. Potret masa lalu di mana pada saat
itu aku belum ada aktivitas merindukanmu seperti sekarang ini. Beberapa hal
yang aku sesali, salah satunya adalah mengapa aku dulu tak melihatmu lebih jauh
atau lebih dalam, kehidupan kadang menggelikan dan kadang kehidupan akan
menunjukkan jalan yang berbeda.
Suatu hari kau akan melihat alasan lebih jelas. Rasa
ini tak akan berubah dan masih sama bahwa ada kau yang mendiami sebuah ruang
yang nyaman di kehidupanku. Aku tahu sekarang ini keberadaanmu begitu jauh.
Jarak memang membuat semuanya runyam. Mungkin memang benar bahwa sakit hanyalah
konsekuensi dari cinta, semua begitu jelas. Hari ini aku masih menyukaimu dalam
diam, tanpa seorangpun tahu bahwa aku diam-diam menyebut namamu dalam doaku. Bagai
salju pertama yang turun pertama kali, kehadiranmu begitu dinantikan. Semua tak
akan baik-baik saja jika kau tak muncul.
Saat aku menulis ini, di sini sedang hujan. Bagaimana
di sana? Beberapa hari terakhir di sini sering hujan. Aku jadi tak punya aktivitas
lain selain merindukanmu. Ahh, lagi-lagi aku meracau. Kadang di suara hujan
yang menenangkan aku bisa mendengarmu, berbisik pelan. Cuaca akhir-akhir ini
juga tak menentu. Sedang tak ada sinar matahari hari ini. Menyebalkan, lebih
sering mendung, maaf jika aku jadi menyalahkan keadaan, bukan maksudku begitu.
Kau sedang apa di sana? Apakah di sana sering hujan? Apakah hari ini juga tak
ada sinar matahari di sana? Apa kau juga menyalahkan keadaan? Semoga tidak.
Kesalahanku adalah membiarkanmu melihat ruang hatiku
lebih jauh. Kau jadi seenaknya mendiami hatiku, tanpa maksud apa-apa, aku tak
bisa leluasa mengusirmu dari hatiku. Itu saja. Bahkan kadang aku bisa melihat
bayanganmu ketika mataku terpejam. Maaf, meracau lagi.
¤∞∞¤∞∞¤
0 comments