Catatan di Polewali Mandar #2
Introducing:
TIM7
Takdir yang membawaku bertemu dengan mereka. Awalnya
kaget bukan main, karena kami bertujuh ditempatkan di satu sekolah, SMAN 2
Campalagian. Kami juga tidak menyangka akan ditempatkan dalam satu kelompok.
Berbeda dengan teman-teman satu daerah penempatan yang lain, biasanya satu
sekolah hanya akan diisi oleh dua orang tapi ini berbeda, tujuh, ya kami
bertujuh. Dinas Pendidikan Polewali Mandar yang telah memplot 55 orang ke dalam
beberapa sekolah di Kabupaten Polewali Mandar, kelak kami baru tahu bahwa
mengapa kami paling banyak dalam satu sekolah, karena SMAN 2 Campalagian
merupakan sekolah baru yang sedang dibangun dan beberapa guru “dipinjam” dari
sekolah di sekitarnya. Mari, kukenalkan kalian dengan anggota TIM7, secara sekilas aku akan
menceritakan orang-orang yang akan menemaniku selama satu tahun ke depan dalam perjalanan
yang luar biasa ini.
#1 Mas Budi,
panjangnya Budi Sulaiman dan aku
sering memanggilnya Mas Bud saja. Dia tertua di kelompok ini. Mas Budi yang
menamai kelompok ini TIM7, kami
berenam selain Mas Budi terima-terima saja dengan panggilan tersebut. Mas Bud
orang Purworejo, dia mengajar sosiologi.
Mas Budi dulu merupakan maskot pleton A (gabungan penempatan daerah Gayo Lues
Aceh dan Polewali Mandar) saat prakondisi di Akademi Angkatan Udara, siapa yang
tak mengenal ia di SM-3T angkatan VI ini. Saat malam pengantar tugas (malam
terakhir di AAU) ia merupakan sosok multifungsi di acara tersebut, MC iya, beatbox iya, menyanyi juga iya (keren!).
Sosok multitalent ini juga kerap mengatakan kalimat-kalimat motivasi, katanya
dari ESQ dia ingin jadi motivator.
#2 Mas Aris, namanya
panjang kayak kereta: Muhammad Safi’I Aris Saputro. Kadang aku memanggilnya Mas
Aris atau Sapi’i. Orangnya super pede, mungkin karena idolanya ibu-ibu dan
janda. Asli Wonogiri dan mengajar olahraga, dilihat-lihat kek playboy gitu orangnya.
Sering nyebelin, jahil, tengil pokoknya dan cueknya minta ampuun. Tukang ngebo
karena banyak tidurnya, orangnya juga suka cerita dan gak habis-habis. Gaya
andalan kalo dipoto adalah gaya ngupil, iyuh!
#3 Mbak Dewi,
namanya alay kek orangnya: Dewi Indah Rachmawati. Kita kadang masih bingung
kenapa di nama belakang harus Rachmawati, huruf ‘C’ dan ‘H’ berdampingan dan
itu yang bikin nama belakangnya susah dibaca wooy. Mbak Dewi orang ngapak, asli
Banjarnegara dan mengajar Bahasa Inggris. Orangnya rame dan alaynya minta
ampun, temen ngegosip. Sama dia bisa ngomongin hal random yang sebenarnya kaga
penting untuk dibicarakan. Suaranya juga aduhai nan merdu, tapi ini merdu yang
menyimpang (hahahaha). Salutnya dia percaya diri dengan suaranya yang kadang
nadanya kemana-mana. Paling lama di kamar mandi, sehari bisa ke kamar mandi
berkali-kali, sempet-sempetnya waktu ke pasar belanja dia cari masjid terdekat
buat pup. Ampuuun!
#4 Anggri, nama
lengkapnya Anggriawan Susanti eh Susanto. Orang Solo dan mengajar
matematika. Dia adalah orang pertama yang aku kenal secara langsung waktu
pertama kali kumpul mau pemberangkatan prakondisi di AAU. Sumpah, halus banget
bicaranya kadang malah irit banget dan gak ngomong, mungkin karena orang Solo
jadi halus gitu ngomongnya. Banyak mikir, ketahuan dari banyaknya uban di
rambutnya (mungkin juga dikarenakan ngapalin banyak rumus-rumus matematika). Satu
yang gak adil: makannya banyak, tapi ga bisa gendut. Terus kemana larinya
makanan-makanan itu, kenapa ga jadi lemak? Tipe orang gamer sejati, dia bisa ga tidur dan ga keluar kamar karena ngegame. Keluar kamar kalo makan dan ke
kamar mandi. Super!!
#5 Dyah, Dyah
Winengku Rahmawati aku manggil dia bundahara. Yapp, dia adalah bendahara
kelompok ini. Jadi dia yang pegang duit iuran keperluan beli bahan pokok untuk
kebutuhan makan sehari-hari, makanya kami sematkan gelar bendahara kelompok
padanya. Dyah asli Purworejo kek Mas Budi dan mengajar ekonomi. Hobi banget
makan mie instan.
#6 Widhi,
Widhi Astuti dan nama FBnya: Widhi Astuti Cullen. Wkwkwkwkwk. Paling bontot
makanya sering sekali dibully. Asli Wonogiri dan mengajar Biologi. Sama-sama
golongan darah O, makanya nyambung dan satu frekuensi. Orangnya cepet akrab
sama siapapun, suka ngabisin makanan mulai dari chocochips sampe makanan sisa
kemarin malem! Kalo telponan sama keluarganya pasti hebohnya minta ampun. Mood-moodan
juga, pernah dipergokin mama keluar kamar mandi kaya nangis dan ternyata
beneran nangis. Hhaaaaaahhhaaa, kata dia tiap orang butuh “me time”.
Banyak orang mengira, dengan
anggota 7 orang semua akan baik-baik saja. Mereka tak tahu bahwa mobilitas kami
terbatas, kemana-mana sulit. Dari rumah ke jalan raya aja jauhnya (╥﹏╥). Di kelompok ini yang ada hanya tawa-tawa manja, glundang-glundung
ngebo! Makan porsi kuli, berkebun asri, antre mandi udah kayak di penampungan
TKI, bully-membully, genjreng" nyanyi" udah kayak mau ikut the voice,
monopoli, badminton pake raket sekali banting jebol. Kalo di sekolah, udah kayak
pengawas, kesiswaan, BK, dan duduk-duduk di kantor, absen di kantin sekolah. Yapp,
mereka adalah orang-orang terpilih dan akan menemaniku sampai bulan September. (•˘˛˘•)
Keluarga
Kakek Kamaega
Bisa jadi tokoh-tokoh yang
ada di dalam kisahmu adalah orang-orang yang tak akan pernah terduga datang dan
ikut dalam cerita hidupmu.
Aku sering menyebutnya Kakek, “Hai kek, mau kemana? Sawah? Oke hati-hati” atau “Aduh Kek masih kenyang ni, tadi udah makan
di rumah mama, besok deh Kek makan di sini.” Sekilas itu adalah
percakapanku dengan Kakek. Aku tidak tahu nama asli Kakek, tapi ia dipanggil
Kamaega, yang dapat artikan Bapaknya Ega (anak pertama Kakek). Orang Mandar
sering menyebut demikian, sesuai dengan nama anak dan di depan nama tersebut
diberi kata “Kama” atau yang berarti Bapak. Kakek punya 8 orang anak, Bapak
(Saega), Kak Darma, Kak Rabi, Kak Asma, Kak Yusuf, Kaka Ira, Kak Uma, dan Kak Tima. Aku
tak tahu pasti umur Kakek sekarang, yang pasti ia sudah lanjut usia dilihat dari
fisiknya. Tetapi, di masa senjanya ia masih sibuk ke sawah dan melakukan banyak
aktivitas di sana. Kakek orangnya kuat, ia bisa membawa kelapa satu sorong
penuh dari kebunnya. Jika tak ada keperluan, Kakek pasti salat di masjid depan
rumah dari mulai salat subuh hingga salat isya’. Pertama kali mendengar namaku
Kakek juga tertawa. Ah jadi ini rasanya punya Kakek, maklum dua kakekku
meninggal sebelum aku lahir. Kakek sangat perhatian pada kami semua, jika
maghrib ada yang belum pulang karena pergi entah membeli sesuatu Kakek pasti
khawatir, bertanya terus menerus kenapa yang pergi belum pulang. Selalu
bertanya, “Sudah makan belum? Sini makan.” Itulah Kakek, Kakek Kamaega yang
super baik hati.
Nah ini namanya Saega dan Surah, kupanggil Bapak dan
Mama. Orang tua baru yang menemani
perjalanan satu tahun. Sudah jelas, karena kami tinggal di rumahnya. Oh
iya dari kami bertujuh, empat laki-laki tidur di rumah Bapak, sedangkan tiga
perempuan di rumah Kakek. Bapak dan Mama dulu bekerja di Malaysia, baru pulang
sekitar bulan Maret tahun lalu. Banyak benda atau perabotan yang dibawa dari
Malaysia, seperti piring, televisi segede gaban, dan lainnya. Sekarang ini
Bapak ngurus sawah pemberian Kakek, sedangkan Mama mengurus rumah dan
mengoperasikan mesin penggilingan, yang digiling bisa beras menjadi tepung
beras dan biji menjadi kopi. Bapak Mama sangat baik orangnya, tinggal dengan
mereka seperti di rumah sendiri, mereka akan bercerita apapun tentang kehidupan
di sini sebelum kami datang. Terlebih Mama senang sekali bercerita, keduanya
juga punya sense of humor yang
tinggi. Aku ingat pernah berkata “Yang penting Bapak ganteng Mak,” dan Mama
menjawab, “Alamak, kalau Bapak ganteng berarti orang satu desa ini juga ganteng.”
Kami tertawa berdua, memang akan selalu ada tawa di cerita mereka. Paling suka
kalau Mama udah bilang, “Ondo kayak orang Korea ya, liat aja tu matanya,
sayangnya kulitnya hitam coba putih sedikit.” Aku tertawa. Atau teriak-teriak
sambil bilang, “Ondoooooo, makaaaaaan!” Masakan Mama sangat enak, apalagi jika
Mama masak ikan laut, sedaaap! Hangat,
nyaman, dan menenangkan! Dua dari sekian pemeran pendukung yang hadir dalam
hidupku. Terima kasih atas penerimaan yang begitu hangat dengan tangan terbuka.
Kelak aku akan rindu sekali pada mereka.
***
4 comments