19 Januari




19 Januari 2017,
Aku belum menjadi orang baik, adakalanya aku masih bisa menjadi orang yang buruk. Aku tak pernah mengklaim bahwa aku adalah orang baik, tidak pernah. Hanya saja aku sedang berproses diri untuk menjadi seseorang yang baik. Bukankah proses membutuhkan waktu? Aku takut jika waktu yang diberikan tidak banyak dan sedikit tersisa. Aku ingin menjadi seseorang yang tak memiliki prasangka walau setitik debu, aku ingin menjadi seseorang yang tak mudah untuk hanyut, aku harus punya kekuatanku sendiri. Aku harus berdiri di pijakan yang tepat, bukan di pijakan yang retak dan sekali saja aku bergerak dapat membahayakanku, bahkan membuat tempat yang kupijak menjadi runtuh. Untuk sekarang ini aku hanya mampu untuk mengamati, ke mana arah yang harus aku tuju dan jalan mana yang harus aku tempuh. Fokus, karena aku tak mau perhatianku teralihkan. Ada kalanya aku ingin seperti orang-orang yang berjiwa bebas, tanpa harus berpikir esok harus melakukan apa. Beberapa hal yang sekarang menjadi perdebatan di kepalaku. Perdebatan itu menjadi rasa sakit. Rasanya sakit sekali, dan kadang sakitnya menekan perlahan namun sedetik kemudian dapat menghujam dan membuat perih. Ingin rasanya memeluk kebahagiaan walau sesaat, apa sekarang aku tidak bahagia? Bahagia. Namun, kebahagiaan itu kadang hanya datang untuk mengetuk dan lewat begitu saja. Rasanya rindu sekali pada kebebasan, menatap senja yang begitu hangat dan menikmati ciptaanNya. Aku tidak mau berkata bahwa untuk sekarang ini aku sedih, tidak akan. Rindu dengan masa lalu, salahkah? Aku tidak menganggap ini ujian, aku akan menganggap ini berkah. Tuhan masih peduli, itu saja yang kupikirkan.
Berkata tidak kadang menjadi sebuah malapetaka, ketika berkata iya, aku yang merasa sakit. Bahwa pada akhirnya menemukan keberanian di sudut diriku ternyata sulitnya bukan main. Ini bukan mengalah. Konteks emosionalku juga berperan pada permainan ini. Aku tak boleh membenci diriku sendiri, aku harus merangkulnya, berdamai dengannya, karena hanya dia yang bisa kuajak untuk menata ulang semuanya. Ambil napas yang panjang karena ini tak akan mudah. Tak apa, aku harus bisa bertahan, bertahan pada keadaan yang kadang membuatku harus menahan napas. Seperti berdiam diri pada sebuah ruang sempit yang semakin mencekat, kutakut aku tidak akan pernah keluar dari ruang sempit itu, aku akan menangis tersedu-sedu di ruang sempit yang menyebalkan itu. Apa untuk sekarang ini aku paradoks? Mungkin. Pembenaran-pembenaran yang aku ciptakan sendiri tidak berdampak besar. Aku masih tetap saja mengeluh hingga menyesal. Mencoba untuk menyelami perasaan yang tidak seharusnya, mencoba menemukan di mana salahnya, mencoba memahami seperti apa seharusnya perasaan itu berpendapat, hingga menyuarakan rasa sakitnya. Ah mungkin aku sudah terlalu berlebihan. Cukup, cukup, aku berkata yang tidak-tidak. Semesta sedang berkonspirasi untuk membuatku merasa bersalah. Aku tak mau lagi semakin jatuh, menjadikan semua lebih rumit. Selamat malam, dariku yang sedang dipeluk kekalutan dan kekacauan.
~~~

You Might Also Like

0 comments