The Voice: The Real Singing Competition
Selamat
datang di reality show yang berbeda,
meskipun masih sama mengusung tema kompetisi bernyanyi, namun reality show ini berada pada jalur yang
berbeda. Di mana setiap kontestan adalah penyanyi yang benar-benar mempunyai kemampuan
tinggi, babak-babak yang benar-benar sulit dilalui, coach keren yang benar-benar ‘melatih’ hingga nantinya yang
terpilih sebagai juara adalah juara dari sekumpulan juara. Inilah The Voice.
Apa yang membuat The Voice berbeda dari reality
show “singing competition”
lainnya? Jelas yang membuat ia berbeda adalah aroma persaingan yang terjadi di
setiap babak. Terima kasih pada babak blind
auditions yang mengajarkan kita bahwa real
singing competition memang harusnya menilai dari segi suara saja. 4 kursi coach membelakangi kontestan, dan
kontestan bernyanyi seketika itu juga. Coach
hanya mendengar kontestan bernyanyi tanpa melihat muka dan fisik dari
kontestan, hanya dari The Voices.
Jika coach menilai kontestan
mempunyai suara bagus dan ia dapat bernyanyi maka seketika itu juga coach akan menekan tombol dan kursi
berputar. Wuuuzz... Welcome at The Voice! Jika yang berputar hanya satu
kursi, maka otomatis kontestan akan masuk ke dalam tim coach yang kursinya berputar. Tetapi jika kursi yang berputar lebih
dari satu maka kontestan lah yang memilih di tim siapa ia akan bergabung, hal
ini sangat penting karena salah memilih coach,
mereka bisa saja tersisih. Di The Voice
strategi dan taktik sangat penting, salah langkah maka mereka akan langsung pulang seketika itu juga dan tidak
akan ada kesempatan kedua, mereka berjuang untuk diri mereka sendiri, coach hanya akan menjadi penerang jalan
dari babak ke babak.
Jika tiap-tiap coach sudah memilih dan telah memiliki anggota tim dengan batas
kuota yang ditentukan melalui blind
auditions, maka The Voice siap
dengan babak kedua, yakni babak battle
duets! Panggung diset sedemikian rupa layaknya arena tinju. Inilah keunikan
The Voice, bernyanyi di ring tinju – head to head, tetapi bukan adu jotos melainkan
adu teknik vokal. Masing-masing coach
akan mengadu kontestan dengan kontestan lainnya. Dua kontestan akan dipanggil
dan diberi lagu oleh sang coach
kemudian mereka akan dilatih oleh sang coach
hingga siap untuk duel di waktu yang ditentukan. Coach akan adil terhadap kontestannya, menilai lawan yang
sebanding, sehingga yang dapat menguasai lagu dan arena lah yang akan
memenangkan duel. Aroma persaingan jelas terjadi di babak ini. Cara untuk
menyisihkan kontestan yang super keren, karena setengahnya bisa saja langsung
pulang ke rumah. Tetapi ini yang bikin tidak rela, karena bisa saja yang bagus
disandingkan dengan yang bagus dan salah satunya bisa saja pulang, padahal kans
untuk melaju ke babak selanjutnya ada. Oh
my God. Ada yang lebih gila di babak ini, yakni ketika salah satu kontestan
kalah duel ia bisa saja di ‘steal’
oleh coach lain dan otomatis masuk ke
dalam tim coach yang ‘mencurinya’. Coach lain akan menekan tombol dan boom kontestan yang kalah tadi resmi
‘dicuri’. Konsep steal ini hanya ada
di The Voice Amerika.
Setelah babak battle duets dengan segala aroma persaingan ketatnya, maka saatnya
babak live shows! Tetapi jika di The Voice Amerika masih ada satu babak
lagi sebelum live shows, yakni babak Knockouts! Masih di arena tinju, dua
konstestan akan bernyanyi tidak lebih dari dua menit tetapi mereka akan
bernyanyi secara bergantian. Jika di babak
battle duets mereka head to head,
di babak ini mereka akan bergantian, satu menyanyi, satunya menunggu tetapi
tetap di atas panggung. Jika di battle
duets mereka bernyanyi di lagu yang sama, maka di babak ini dua kontestan
akan bernyanyi di lagu yang berbeda. Jika di battle duets lagu mereka dipilihkan, maka di babak ini mereka
memilih sendiri lagu yang dapat membuat mereka tetap aman. Keempat coach akan didampingi satu mentor keren
yang biasanya akan memberikan ilmu baru sebagai senjata perang. Masih tetap ada
‘steal’ di babak ini, kompetisi
semakin seru dan memanas. Kontestan akan mengerahkan segalanya untuk dapat
tetap bertahan dan melaju ke babak live
shows.
Selamat datang di babak live shows, kontestan yang lolos akan menyanyi
secara solo dan live. Tekanan demi tekanan akan mereka rasakan karena hanya
diri merekalah yang dapat membawa mereka tetap bertahan, live shows akan bergulir hingga masing-masing coach memiliki jagoan mereka di babak final. Yapp, masing-masing coach akan mempersembahkan jagoan mereka
untuk diadu di final dengan jagoan dari coach
lain. Hingga, pada akhirnya ada satu kontestan yang memegang titel juara dan
membuat coach-nya akan bangga. Namun,
hal tersebut sudah tak berlaku lagi di The
Voice Amerika, sejak musim ketiga The
Voice Amerika tidak lagi menganut sistem satu coach – satu grand finalis. Mulai musim ketiga persaingan semakin
sengit di babak live shows. Coach tidak lagi berperan dalam sistem
voting dan memilih mana jagoannya yang akan bertanding di final, karena semuanya
ditentukan oleh masyarakat. Mulai musim ketiga masyarakat sebagai kendali penuh
terhadap penentuan siapakah kontestan yang akan menjadi juara, dan bisa saja
ada coach yang tak memiliki jagoannya
di final. Coach hanya akan sebagai
pengatur strategi dan di mana yang mengeksekusi adalah kontestan itu sendiri.
Bersiaplah untuk mengikuti perjalanan
kontestan yang luar biasa, babak demi babak yang membuat penasaran siapakah
yang akan bertahan dan siapakah yang akan pulang, di sini minim drama, jadi
sepenuhnya akan tentang kompetisi, kompetisi, dan kompetisi. Ada canda saat
para coach perang kata-kata untuk membuat kontestan memilih mereka, bagaikan
rumah yang hangat, penuh tawa, dan tentu saja membuat jantung berdebar-debar.
The voice memang berbeda dengan kompetisi bernyanyi lainnya. Are you ready? Because this is The Voice....
boom *kursi berputar.
0 comments