Surat Untukmu Kelima Belas
21
Oktober 2017
Maaf, surat untukmu tertunda. Aku harus bergelut pada
diriku sendiri bagaimana aku harus bertahan, keluar dari masalah-masalah yang
datang berbarengan. Bukan hal penting sebenarnya, tapi hal itu sungguh
membuatku berpikir keras. Lama sekali aku harus berproses memperbaiki semua,
terlebih hati dan pikiran yang kalut. Aku menjadi mudah bimbang, aku seperti
bukan aku. Aku menyesal dengan semua yang berlarut-larut dan tak kunjung
selesai. Aku menjadi “sedikit” melupakanmu, melupakan surat untukmu yang jika aku
masih menulisnya bisa jadi aku selesai menulis surat untukmu, surat ketiga
puluh.
Aku jadi menyendiri, asal kau tahu. Aku tak harus
bercerita padamu kala itu. Aku ingin menyelesaikannya tanpa kau tahu. Kita
masih saja bercerita seperti biasa, aku menyembunyikan semua. Seperti katamu,
aku pandai berbohong. Aku bisa menyebut surat ini sebagai pengakuan. Pengakuan
tentang bagaimana surat-surat untukmu tertahan. Kau selalu percaya padaku bahwa
semuanya baik-baik saja, aku menyukai akan hal itu. Kau selalu mengerti aku
dengan baik. Aku berpikir bahwa tak ada yang perlu disalahkan, bahkan keadaan
pun tak layak untuk disalahkan. Saat aku menulis ini aku sudah pulang dari
pengembaraan, 12 purnama untuk mencari jati diri dan kuyakini bahwa aku
terlahir untuk menjadi seseorang yang baru.
Waktu berlalu, dan aku masih saja merindukanmu. Selalu
dan tak berubah.
Hujan, deras dan tak berkesudahan. Ada semacam
perasaan menganga dan aku tak tahu mengapa. Aku sudah mendapat jawaban dari
ribuan pertanyaan yang ada. Lalu tentang hal apa ini. Jangan ada
pertanyaan-pertanyaan lain kumohon. Jadilah langitku, yang akan menjawab
pengharapanku untuk jawaban dari pertanyaan lain yang kelak muncul. Bisa?
¤∞∞¤∞∞¤
0 comments