Surat Untukmu Ketiga Belas
6
Maret 2017
Sudah 21 hari aku tak menulis surat untukmu, maaf. Aku
terlalu sibuk dengan pekerjaanku, rutinitasku menuntutku untuk sesegera mungkin
menyelesaikannya terlebih dahulu. Aku jadi tak sempat untuk menulis surat
untukmu, surat terhenti di surat keduabelas. Aku tak sempat mengabarimu, aku
tak mau mengganggumu dan mungkin saja kau di sana juga sedang sibuk dengan
rutinitasmu. Semoga kau tak menantikan surat-surat yang tak penting ini. Kau
tak perlu khawatir, perasaan ini masih tetap sama. Aku sedang berusaha menuju
hatimu, tidak hanya sekedar singgah, namun aku masih mencari cara bagaimana agar
aku bisa menetap di hatimu untuk waktu yang lama. Aku tak sabar bertemu
denganmu, menantikan hari esok rasa-rasanya sungguh mendebarkan. Waktu terasa
cepat, enam purnama lagi aku kembali. Bagaikan sedang menaiki kereta super
cepat dan sebentar lagi sampai di stasiun akhir, begitulah perasaanku saat ini.
Apa yang kau lakukan 21 hari ini? Kau baik-baik saja?
Semoga kau masih dalam keadaan baik-baik saja. Jika kau menanyakan hal yang
sama padaku, jawabannya tidak. Aku tidak baik-baik saja 21 hari ini. Di 21 hari
ini aku banyak berpikir tentangmu, tentang keadaan kita, mimpi-mimpiku untuk
berjalan bersisian denganmu. Di tengah jalan aku menyerah, terlalu banyak hal
yang menyadarkanku bahwa semua terasa semu. Kau di ujung sana dengan kehidupanmu
dan aku di sini terlalu banyak berharap. Harapan-harapan itu seperti buih-buih
yang akan menghilang jika sudah waktunya. Sungguh, aku meragu pada perasaanku
sendiri, aku dihempaskan begitu saja dengan pemikiranku sendiri. Ada sebagian dari
diriku yang melawannya namun itu sia-sia, aku kalah. Aku kalah dengan
pemikiranku sendiri, dia seolah-olah berkata, “Sudah cukup, kau tak usah melanjutkan ini semua”.
Aku ingin mencintaimu dengan semampuku, aku tak peduli
dengan waktu dan bagaimana akhir kisah kita. Aku tak peduli jika aku harus
menunggu dalam ketidakpastian. Aku ingin bersamamu, sejak awal aku siap terluka
bahkan sejak awal aku tahu jalanku akan berliku untuk sampai kepadamu. Aku tak
mungkin menantang takdir, tapi satu hal yang pasti bahwa detik ini aku teguhkan
niat untuk tetap setia menunggu. Sudah kukatakan bahwa aku tak peduli dengan
akhir ini semua. Aku ingin selalu menjadi alasan terbesarmu agar kau tetap
tersenyum, menemanimu melewati hari-hari yang sulit. Menjadi payungmu ketika
hujan lebat dan menjadi tempat kau menceritakan hal apapun. Karena tugasku
adalah membuatmu selalu bahagia, esok atau lusa.
¤∞∞¤∞∞¤
0 comments