Surat Untukmu Kedelapan
9
Februari 2017
Ada beberapa hal yang harus aku luruskan di sini.
Bagaimana kau membuatku untuk tetap terpaku pada dirimu. Termenung, aku
berpikir lama tentang perasaanku padamu yang terlampau jauh bahkan sudah
mengendap jauh di dasar palung hatiku. Aku terus berpikir tentang masa-masa
mendatang, bukan tentang berandai-andai tapi lebih kepada berpikir realistis.
Apa aku bisa di sisimu? Itu saja.
Bahkan belum saatnya aku berbicara akan hal ini, sulit
kuucapkan selamat tinggal pada perasaanku untukmu. Kembali pada hakikat aku
menyukaimu: aku akan tetap bertahan pada perasaanku. Hanya saja aku mulai meragu,
ada beberapa bagian dalam diriku yang mencoba berpikir kenyataan dan ada
sebagian dalam diriku yang mencoba bertahan. Bahkan saat aku kalah sewaktu
hujan deras, aku berteriak memanggil namamu agar aku kuat. Aku mendorong semua
kekuatanku agar aku bisa tetap menuju dirimu, bahkan jika kau terlewat aku akan
kembali padamu. Di jalan lain kau bisa saja menungguku untuk berbagai alasan yang
tidak bisa dijelaskan. Alasan-alasan itulah yang membuatku bertahan dan menjaga
perasaanku hingga pada akhirnya aku akan kembali padamu. Semoga saja begitu.
Bisa saja kau membiarkanku memelukmu untuk terakhir
kalinya. Permintaan maaf tak akan mengubah segalanya, mengerti bukan jalan
satu-satunya. Aku takut kalimat terakhir yang keluar dari mulutmu adalah,
“Jangan pernah membenciku”. Justru aku membenci sekali kata-kata seperti itu,
bukan kau yang jahat di momen ini tetapi sepertinya aku yang terlihat buruk.
Pada saat ini aku mencoba untuk mengusir mimpi-mimpi buruk itu dari pikiranku.
Mencoba untuk berpikir positif dan mencoba untuk tidak menduga yang bukan-bukan.
Dalam membuat semuanya tampak baik-baik saja kau yang terbaik. Surat ini hanya
sekedar kegelisahanku semata. Tak usah kau pikir karena ini tak akan mengubah
apapun. Nikmati saja langit malam ini, bulan purnama tampak cantik, rasi
bintang sangat indah, sepertimu.
¤∞∞¤∞∞¤
0 comments