Something Only We Know
“Mengapa bisa begitu?”
“Kau hanya perlu tahu apakah ia percaya padamu, mendengar
setiap perkataanmu, dan membuatmu selalu tersenyum.”
***
S
|
enja baru saja pergi dan berganti dengan langit malam
yang berhiaskan bulan sabit dan bintang barat yang sebenarnya merupakan planet Venus, ia biasa kelihatan besar dan terang di
sebelah barat pada petang hari. Bintang-bintang lainnya tampak malu-malu
untuk muncul. Sesaat berkelip kemudian hilang, bisa jadi tertutup awan. Malam
ini sedikit dingin, ada jejak angin yang selalu berhembus dari berbagai arah.
Jalanan pusat kota sangat macet,
kendaraan benar-benar padat dan hanya sesekali bergerak. Aktivitas pusat kota
yang super padat ini karena hari itu merupakan hari jadi kota yang entah
keberapa. Kegiatan yang diselenggarakan sebagi peringatan hari jadi kota antara
lain: jalan sehat, bazar, pameran berbagai produk dari makanan hingga kerajinan
semuanya jadi satu di pusat kota. Malam ini saja akan ada panggung musik dan
pesta kembang api, sungguh meriah perayaan hari jadi kota tahun ini.
***
Sabtu, pukul 6:35 petang di salah satu
toko buku dekat pusat kota.
Aini, seorang perempuan berusia sekitar 20
tahun sedang memilih buku, ia ada di bagian rak-rak buku motivasi. Ia memilih
salah satu buku yang dipikirnya menarik karena sampulnya yang mengundang rasa
penasaran. Aini mulai membaca buku itu dan duduk di sebuah bangku yang
disediakan toko buku. Di sisi kanan ada kolam ikan yang tidak begitu luas,
namun pengunjung dapat melihat belasan ikan yang hidup di sana. Toko buku
tersebut memang sangat luas dan tata letaknya yang benar-benar dipikirkan
membuat pengunjung nyaman dan tak akan pernah bosan jika berlama-lama di toko
buku tersebut.
“Taruhan, kau tak akan lebih dari
sepuluh menit membaca buku tersebut, hanya sampulnya yang cantik. Tapi isinya
benar-benar kacau.” Kata seorang pemuda yang tiba-tiba menghampiri Aini.
“Kamu siapa..? Dan kenapa kau bisa
berpikiran jika isi buku ini sungguh buruk.” Aini tampak bingung.
“Aku hanya pegawai di sini. Halaman 15
mengungkapkan bahwa bercerita dengan banyak orang tentang masalah percintaanmu
bisa meringankan sedikit bebanmu. Itu semua omong kosong, kenyataannya tidak
semua orang dapat mengerti dengan permasalahan cintamu, mereka hanya sekedar
ingin tahu permasalahan hidupmu.” Pemuda itu menjawab yakin.
Aini mencerna kalimat-kalimat yang
diucapkan pemuda tersebut.
“Ini.......”
“Ya.......itu buku motivasi cinta,
tepatnya buku motivasi cinta yang payah. Jika kau mencari buku motivasi yang
kau inginkan ada di rak sebelahnya.” kata pemuda tersebut sambil menunjuk rak
yang dimaksud.
Aini menyipitkan mata, sekarang ia
sedikit bingung. Pemuda itu lantas tersenyum mengangguk pelan dan tangannya
masih menunjuk rak yang dimaksud.
“Bagaimana kau bisa tahu aku mencari
buku yang seperti itu? Tanya Aini.
“Setiap sabtu malam kau selalu datang ke
toko buku ini, selalu mencari buku di rak yang sama. Kau juga sedang kuliah di
psikologi kan?” Pemuda tersebut menurunkan tangannya.
“Tunggu dulu....kau memata-mataiku
setiap sabtu malam? Bagaimana kau tahu aku kuliah psikologi?” Aini menatap
tajam pemuda tersebut.
Pemuda tersebut kemudian duduk di
samping Aini. “Aku satu universitas denganmu, meskipun kita berbeda fakultas tetapi
aku selalu melihatmu dengan kekasihmu yang sangat terkenal itu.”
“Kau.....?”
“Ya...,”pemuda tersebut terkekeh pelan,
memotong. “Aku kerja part time di sini, karena aku menyukai buku, tidak,
aku sungguh mencintai buku-buku di sini.”
“Oooohhhh.” Aini ber-oohhh panjang.
“Namaku Sapta, tunggu sebentar.” Sapta
beranjak dari bangku dan pergi untuk mengambil sebuah buku.
Sesaat kemudian Sapta kembali membawa
sebuah buku di tangannya. “Kau harus membaca ini!”
“7 hal favorit yang dilakukan
saat berkencan...?” Aini tampak bingung.
“Aku tahu kisah cintamu sangat
membosankan, mengapa kau masih bertahan dengannya? Atau kau berikan saja buku ini
pada kekasihmu dan aku jamin kisah cintamu akan menjadi sangat menyenangkan,
nanti aku kembali.” Sapta pergi lagi setelah memberi Aini buku tersebut.
Aini masih terduduk dan kebingungan, entah
mengapa ada sesuatu yang dapat menariknya lebih dalam ke percakapannya dengan
Sapta. Ia baru tahu pemuda itu dua puluh menit yang lalu. Aini mulai membuka
buku yang dari judulnya saja orang-orang akan berpikiran bahwa buku itu aneh. Setelah
membuka halaman demi halaman, Aini terbenam di dalam buku itu. Sesekali ia
tertawa pelan, dan berpikiran bahwa ia memang tak pernah melakukan hal-hal yang
disebutkan buku tersebut.
“Pantas saja, orang-orang berpikiran
kisah cintaku membosankan. Dan saat ini aku benar-benar mengakuinya.” Aini
bergumam sendiri.
“Mengakui apa?” Tiba-tiba Sapta datang
dan duduk di samping Aini.
“Kau tidak takut dipecat? Bukannya kerja
malah duduk-duduk santai bersama seorang perempuan, apa kata bosmu nanti.” Aini
mendengus sebal.
“Toko buku sedang tidak ramai
pengunjung, semua orang pasti ke pusat kota. Akan ada panggung musik dan pesta
kembang api di sana. Aku juga heran mengapa toko tidak tutup saja hari ini.
Tapi aku malah bersyukur...” Sapta diam sejenak dan menatap Aini.
“Bersyukur kenapa?” Tanya Aini.
Sapta tertawa. “Aku jadi bisa bertemu
denganmu dan duduk di sebelahmu.”
Lengang sejenak. Mereka saling pandang,
Aini jadi salah tingkah.
“Tadi kau bilang mengakui, mengakui apa
sebenarnya?” Tanya Sapta.
“Kisah cintaku, katamu tadi
membosankan.”
Sapta tersenyum sambil berkata,“Cinta
itu sederhana.”
“Mengapa bisa begitu?” Aini tertarik
pada kata-kata Sapta.
“Kau hanya perlu tahu apakah ia percaya
padamu, mendengar setiap perkataanmu, dan membuatmu selalu tersenyum.” Jawab
Sapta dengan begitu yakin.
Aini diam, mematung, dan tak tahu harus
berkata apa. Ia sedikit bingung dengan hubungan antara perkataan Sapta dan
dirinya.
“Aku hanya tak pernah melihat kekasihmu
begitu, ia bahkan membuang muka ketika kau sedang berbicara padanya.” Kata
Sapta sambil menatap Aini penuh keyakinan.
“Harus ku akui bahwa kau benar,
sebenarnya siapa dirimu? Peramal? Atau hanya seorang yang diam-diam
membuntutiku setiap hari. Tapi aneh, mengapa aku belum pernah bertemu denganmu
sebelumnya.”
“Aku hanya orang biasa....saat itu
adalah hari pertama upacara penerimaan mahasiswa baru di universitas. Ketika
semua fakultas yang ada dikumpulkan menjadi satu, aku melihatmu sedang dikerjai
oleh para senior, salah satunya Arif yang sekarang menjadi kekasihmu itu.”
Aini berpikir sejenak. “Tunggu dulu....”
“Sebelum kau berpikir lebih jauh, aku
akan membuat pengakuan. Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu.” Sapta
menatap kedua mata Aini. “Orang-orang menyebutnya cinta pada pandangan pertama.
Namun, aku bukanlah siapa-siapa. Ya... aku hanya bisa memendam perasaan ini.
Kau boleh terkejut sekarang.”
Aini terkejut bukan main, sampai-sampai
ia menutup mulutnya dengan tangan dan membelalakkan matanya. “Sap...”
“Iya, aku tahu. Kau tak perlu
menanggapiku. Anggaplah seolah-olah aku tak pernah mengatakan hal ini. Seperti
senja yang kan tetap berwarna lembayung dan tak berubah setiap harinya.” Sapta
mengusap wajahnya.
Aini beranjak, ia meletakkan buku di
samping Sapta. Tanpa berkata apa-apa Aini pergi. Ia keluar dari toko buku
tersebut. Sapta menghela napas, ada sedikit rasa kecewa dalam dirinya. Tetapi
ia juga lega bisa mengatakan perasaannya pada Aini. Jam sudah menunjukkan pukul
8 malam. Panggung musik sudah dimulai karena suaranya terdengar hingga toko buku.
Waktu cepat sekali rasanya berlalu, karena tidak ada lagi pengunjung. Akhirnya
toko buku tutup, Sapta bersiap pulang. Ia berpamitan pada pegawai lain. Ia
keluar dari toko buku dan mengambil sepeda, jarak rumahnya tidak terlalu jauh
dari toko buku.
Pukul 9:15 malam.
“Aku sudah berdiam di sini satu jam,
mengapa kau tidak menyusulku tadi.” Aini, berdiri sendiri di luar toko tengah
memandang sapta yang sedang mengambil sepeda.
Sapta terkejut. “Aini.....”
“Kau benar, kisah cintaku memang
membosankan. Aku dari tadi menghubungi kak Arif tidak bisa. Dia lebih memilih
melihat pertunjukkan musik bersama teman-temannya dan lupa untuk menjemputku.”
Tidak terasa air mata Aini keluar.
Sapta menghampiri Aini, ia menghapus air
mata yang terlanjur jatuh ke pipi Aini. “Sudahlah, setiap kisah cinta itu tidak
salah. Kau tidak perlu menangis. Mengapa kau tidak masuk tadi? Di sini dingin,
pakai ini!” Sapta melepas jaketnya dan memakaikannya pada Aini.
“Menunggumu di sini selama satu jam
sungguh melelahkan, apalagi kau yang menunggu dua tahun untuk mengatakan hal
tadi kepadaku, kau terlalu jujur Sap.” Aini menggoda Sapta.
“Sudahlah, kita tidak perlu membahasnya.
Sekarang kau ku antar pulang. Tidak apa-apa kan naik sepeda ini?” Tanya Sapta.
Aini sedikit ragu. “Kau tahu rumahku? Agak
jauh dari sini.”
“Aku tahu, sebagai pengagum nomor satumu
malu rasanya jika rumahmu saja aku tidak tahu.”
Aini mencubit perut Sapta. “Kau
benar-benar penguntit sejati.”
Sayup-sayup terdengar sebuah lagu dari
panggung musik yang ada di pusat kota.
“So if you have a minute why
don’t we go....”
“Talk about it somewhere
only we know...”
“This could be the end of
everything...”
“So why don’t we
go...somewhere only we know.....”
Aini dan Sapta saling bergumam
menyanyikan lagu tersebut.
Tiba-tiba Aini berkata, “Mereka
memainkan Somewhere Only We Know-nya Keane dengan bagus.”
“Kau tahu lagu ini?” Tanya Sapta.
Aini menjawab pelan “Aku suka lagu ini.
Sangat suka!!”
“Aku juga sangat suka lagu ini. Ini
memang takdir, artinya kita memang berjodoh.” Sapta sedikit berteriak.
Aini menanggapinya dengan menepuk lengan
Sapta. “Sudah, ayo antar aku pulang!”
“Kau tidak mau ke pusat kota untuk
melihatnya?” Tanya Sapta.
Aini menggeleng. “Aku takut kemalaman. Kau
tidak mau menggunakan kesempatan langka ini? Mengantarku pulang?”
Sapta dengan sigap mengambil sepeda,
kemudian Sapta membungkuk dan mempersilahkan Aini “Silahkan tuan putri!!”
Aini tersenyum.
Mereka kemudian naik sepeda dan Sapta
mengantar Aini pulang. Terdengar sayup-sayup lagu Somewhere Only We know
berakhir menemani mereka di dinginnya malam.
Tiba-tiba Sapta berkata, “Beritahu aku
kalau kau sudah putus dengan kekasihmu itu.”
“Kau adalah orang pertama yang akan aku
beri tahu.”
Pesta kembang api juga sudah dimulai.
Banyak kembang api menakjubkan bertebaran di langit malam tak berbintang. Langit
menjadi terang dengan adanya banyaknya kembang api tersebut. Perjalanan mereka
yang ditemani kembang api menjadikan malam mereka indah. Tiba-tiba Aini melingkarkan
tangannya ke perut Sapta.
Selamat malam.
Cinta itu sederhana, Kau
hanya perlu tahu apakah ia percaya padamu, mendengar setiap perkataanmu, dan membuatmu
selalu tersenyum.
***
*Cerita ini untuk sahabat saya Nooraini Kiasatina!!
*Sesaat Elga membuat cerpen yang bikin ngakak, saya jadi
ada ide untuk membuat cerita ini. Sama-sama terinspirasi oleh kisah cinta
Nooraini Kiasatina dan lagu Somewhere Only We Know.
*Jika respon bagus, lagu This Is Me jadi inspirasi
di sekuel kisah ini.
0 comments