The Miracle: Berharap Sebuah Keajaiban


Kami menamai diri kami The Miracle, artinya keajaiban. Kami memang mengharap sebuah keajaiban dan sebenarnya kami adalah keajaiban itu sendiri. Penampilan pertama kami adalah saat acara sarasehan akustik yang diadakan HIMA jurusan kami. Kami berlatih setidaknya dua minggu. Kami membuat aransemen sendiri untuk musikalisasi puisi tersebut. Kami memilih puisi Toety Heraty yang berjudul Suatu Saat, kami mengaransemen lagunya sedikit pop dimix dengan RnB, agar sedikit terdengar lebih catchy dan easy listening. Seperti ini puisinya,

Suatu Saat
Suatu saat bulan akan cemerlang kembali
Ia cemerlang kembali
Oh bulan dilingkari sepi lebih cemerlang
Dari semula ia kembali
Ia kembali
Bulan dan cemerlang
Membakar kerat merat dendam
Dan usapan-usapan yang meredam
Hilangnya mantra sakti yang mendendangkan
Lagu tidur yang membuai
Waspadalah terhadap cinta
Bulan. . . bulan. . .bulan telah kembali

Saatnya kami tampil tanggal 8 Mei 2013. Kami tampil tanpa salah satu personel kami, Rio. Rio harus pulang ke kampung halamannya. Awalnya kami sangat semangat dan pada waktu itu kami akan tampil nomor tujuh. Saat kami latihan sebentar kami tiba-tiba emosi, penampil-penampil sebelum kami menyanyikan lagu-lagu pop terkenal dan itupun mereka menyanyikan dua buah lagu. Setahu kami peraturannya bukan seperti itu. Rencananya kami juga akan melakukan hal semacam itu, namun setelah meminta izin pada panitia ternyata kami tidak diperbolehkan. Lalu penampil-penampil sebelum dan sesudah kami? Kami seperti dikhianati dan dibohongi. Itu kekesalan kami yang pertama.
Selanjutnya giliran kami tampil, teman-teman satu kelas yang menonton sangat heboh meneriakkan nama kami. The Miracle. Pada awalnya semua meyakinkan hingga saat bagianku bernyanyi ternyata mikrofon yang aku gunakan suaranya timbul tenggelam dan saat bernyanyi bagian reff hingga akhir ternyata mikrofonnya mati. Memed dan Ardhian yang memainkan gitar ternyata mikrofonnya juga mati. Alhasil hanya terdengar mikrofon yang digunakan Sara bernyanyi dan kahon yang dimainkan Wiji. Mikrofon yang aku pegang, mikrofon yang mengeraskan suara gitar Memed dan Ardhian tidak bunyi alias mati. Padahal penampil-penampil sebelum kami mikrofonnya baik-baik saja. Bahkan penampil sesudah kami, mikrofonnya kembali berfungsi dengan  baik. Itu kekesalan kami yang kedua.
WE WILL NEVER FORGET...!!!
Kami benar-benar mengharap sebuah keajaiban kan datang. Berhari-hari setelah kejadian itu, kami masih sangat sakit hati, but life must go on. Semua butuh proses. Jalan terjal dan  berliku ini hanya sepotong dari halang rintang yang ada. Doakan kami agar kami mampu menata hati dan kembali untuk berkarya. . .


Ini potret saat kami latihan,




Potret sebelum kami tampil,





Potret saat kami tampil,





Seharusnya personel lengkap The Miracle seperti potret ini,


Dan semoga saja kami bisa sukses seperti potret-potret ini,







Amin. 






You Might Also Like

1 comments