Camp Pertama Kali: Gunung Prau, 2565 mdpl
Camp Pertama
Kali: Gunung Prau, 2565 mdpl
Yeah! Baru 6
bulan kemudian bisa nulis dan ngisi blog ini lagi setelah disibukkan dengan
kegiatan “sekolah”. Di bagian ini saya pengen menulis tentang the first my journey untuk nge-camp di gunung. Ini ketiga kalinya saya
naik gunung, setelah dua kali naik Gunung Andong, yang pertama bersama The
Sweet of TEA pada saat siang-siang hot potatoes alias panas ngentang-ngentang
dan kedua kalinya bersama Koprol pada saat sampai puncak disambut hujan badai
dan berteduh di warung sambil makan mie rebus telur super nikmaaat! Tetapi dua
kali naik Gunung Andong saya tidak nge-camp
di sana, kami hanya naik pagi-pagi dan turun pada sore harinya.
Dulu saya
pernah berpikir bahwa siapapun kelak yang akan menemani saya nge-camp pertama kali di gunung akan saya
ceritakan pada khalayak ramai. Pernah penasaran dengan siapa orang-orang yang
akan bersama saya untuk sampai puncak gunung dan gunung mana yang akan saya
daki untuk camp pertama kali. Tulisan
ini akan menceritakan pengalaman pertama saya bisa sampai ke puncak, dan puncak
itu adalah puncak Gunung Prau: selamat datang di 2565 mdpl.
Rencana ini
tercetus lama banget ketika saya pengen naik gunung, dan akhirnya saya bilang
ke Rahmat kemudian dia mengiyakan, “Gassss Ndo!”. Ditambah ketika saya berkunjung
ke rumah Mbak Tiva sewaktu lebaran, di sana ada Mas Della, Rahmat, Anggara,
Panggih dan Faishal. Kami berencana sebelum PPL kami harus naik gunung.
Baiklah, setelah beberapa kali rencana kami naik gunung diundur-undur terus, finally pada 28 Juli 2018 kami jadi juga
untuk naik gunung. Yes, they are my team
for this journey.
Saya
berangkat bersama Rahmat pukul 13.00, sebelumnya kami ambil tenda dan matras
dulu di tempat persewaan depan UMY. Setelah itu kami berdua sama-sama merasa
lapar dan itu sangat menyiksa *Rahmat sampai gembrobyooosh masukin tenda ke
carriernya*, maka dari itu kami makan mie ayam dulukk di sekitaran Gamping.
Setelah itu tujuan kami adalah meeting point: Magelang! Sekitar pukul 15.30
akhirnya kami nyampe juga di Magelang. Pada pukul 16.11 kami oteweh ke Gunung
Prau, saya, Rahmat, Panggih, Anggara, Mbak Tiva, Faishal, Mas Della dan
pacarnya Mas Della J.
Berdelapan
menembus dinginnya daerah pegunungan Magelang-Temanggung-Wonosobo. Dan itu pun
kami malam-malam menuju ke Gunung Prau, jalanan di Wonosobo atas sudah turun
kabut dan jarak pandang hanya beberapa meter. Bbbrrrrrrrrr, adem banget coyy.
Sesaat berhenti untuk beli logistik -ini Rahmat sama Anggara malah beli
semangka satu glundung dan apel setengah kilo *ya saya cuma geleng-geleng
kepala, masa iya bawa semangka*- makan, salat, dan isi bensin, kami lanjut
perjalanan dan akhirnya sampai ke parkirannya, terus kami melongo dan mbatin
aja, “Whooooooot ini motornya buaaannyaaaaaak bangeets!” kami semua takjub
dengan pemandangan parkiran yang sudah selayaknya parkiran orang-orang mau
nonton live dangdut di alun-alun *serius.
Sampai basecamp kami berdelapan bersiap-siap
untuk cuss mendaki. Sebelumnya kami menata barang-barang yang dimasukkan ke
dalam tas kami, kemudian buang air dan bayar tiket di basecamp. Setelah berdoa dipimpin Faisal yang ngomongnya agak ga
jelas, intinya ya semoga diberi keselamatan sampai kita turun. Dan here we
go, pukul 21.50 kita mulai pendakian ke puncak. Saya bertugas bawa logistik
dan karena tas ransel biasa jadi agak berat serta bikin boyok bobrok *huft.
Kami berbekal lampu usb yang dicolok ke powerbank,
senter dan head lampnya Anggara, kami
menembus malam untuk sampai ke puncak.
Because kami muncak di malam minggu dan ramai banget, perjalanan ke puncak
jadi banyak teman dan sering berhenti karena jalannya ramai, untung ga pake traffic. Di ekspedisi ke puncak ini,
kami menasbihkan Anggara sebagai captain,
soalnya dia udah pernah muncak ke Prau ini, jadi dia udah tahu medan dan track ke puncak. Kata Anggara waktu
tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke puncak sekitar dua jam. Padahal
puncaknya keliatan deket banget, masa iya sih sampai dua jam. Setengah jam
perjalanan awal, kami masih menapaki jalanan berbatu yang dekat dengan rumah
dan perkebunan warga, tapi jalannya nanjak banget dan udah bikin betis pegel padahal
ini baru setengah jam awal, oh God.
Kemudian hal
yang paling mengganggu adalah debu. Yap, sekarang musim kemarau dan jalanan
rute ke puncak Gunung Prau adalah tanah yang berdebu. Alhasil debu masuk ke
saluran pernafasan dan tambah bikin berat saat kami napas *duh Gusti. Dari pos
1 jalanan akan lebih menanjak dan melewati jalan setapak dan sampailah di pos
2, jika malam papan tanda pos 2 tidak terlihat jadi kita gak ngeh kalau udah
lewat pos 2. Kemudian ada track landai
yang aduhai enak banget, tapi setelah itu nanjak lagi bhosquuue. Kita sering
berhenti karena capeknya gak ketulungan. Pas istirahat, belum ada sejam aja
perut mulai bergejolak dan komat-kamit motivasi diri sendiri biar ga muntah,
“Plis jangan muntah plis, ini bukan karena apa-apa, hamba takut dibully
manusia-manusia penuh kenyiyiran yang njeplaknya gak kira-kira ini ya allah.”
Pokoknya posthink biar ga muntah
plis. Mau bilang sama mereka kalo saya pengen duduk aja mikir seribu kali, tapi
masa bodohlah daripada muntah, sambil suara bergetar akhirnya saya berkata,
“hmmm…ini boleh duduk gak sih? Boleh kan ya duduk?” yap benar sodara-sodara
mereka tetap nyiyir, tapi ya udahlah, saya langsung jongkok sambil ambil napas
dalam-dalam, sebenarnya pengen tiduran juga, tapi jangan deh, nanti malah
diseret, soalnya mereka barbar banget, hahhahaa.
Hmmmm,
jalanan yang nanjak semakin menguras tenaga, napas tersengal-sengal dan
kemasukan debu, lengkap sudah. Pada akhirnya sampai di pos 3 yang tracknya semakin aduhai, banyak akar
pohon yang menjuntai-juntai dan sampai menutupi jalur, bahkan beberapa kali
kesandung dan suatu ketika saya kesandung sampai terjerembab dan berteriak,
“wadaaaaaaw!!” padahal itu lagi rame-ramenya orang ndaki. Tengsin beraaat cuuy,
tapi tetep aja stay cool dan act
seolah gak ada apa-apa. Capek ya allah, tapi puncak tinggal dikit lagi. “yuuk,
10 menit lagi udah mau 2 jam, bentar lagi nyampe!” kata Anggara mengingatkan. Selama
perjalanan ke puncak, Mbak Tiva ga berhenti ngomong, gilaaak energinya full charge pokoknya, Rahmat, Faisal,
Anggara, Panggih yang meski gendong cariier-carrier
segede gaban tetap sok cool dan kayak gak capek *tapi setelah disenter mukanya,
gilaaak jeleeek banget wkwkwkwkwkk. Mas Della yang dikit banget bawaanya
sesekali ngecek Mbak Nov yang jalan duluan *dasar lelaki kardus.
Selama tracking kesyumukan melanda, kzl karena
dari basecamp udah pake jaket dobel,
basah deh kaos yang dipake. Tiba-tiba bilang sama Mbak Tiva, “Mbak, pengen sup
buah ni” *yakali. Setelah 2,5 jam tracking,
berjibaku dengan kekuatan bulan, jurus kendalibumi, dan doa ibu, kami sampai di
puncak! Yorobuuuuun, kami sampai puncaaaaak! Trus melongo karena di puncak udah
kayak jambore nasional. Tendanya banyak bener, sekarang kami bingung mau
mendirikan tenda di mana. Pas kami istirahat dan selonjoran, Captain dan Rahmat muter-muter nyari
spot untuk tenda kami berdiri *good job. Setelah dapat spot kami mendirikan dua
tenda, tenda berkapasitas 2 orang untuk Mbak Tiva dan Mbak Nov, dan tenda
berkapasitas 6 orang untuk lelaki-lelaki. Rameeee yaa, dan tenda kita agak di gundukan,
iya saya tidur berbantalkan gundukan.
Setelah
tenda berdiri kokoh dan kita menata tempat dan barang-barang, Faishal, Mas
Della, Panggih langsung tidur, Mbak Tiva dan Mbak Nov juga masuk tenda. Rahmat
dan Anggara asyik masak mie dan air panas. Sempat ku tertidur sebentar dan
tiba-tiba mie rebus plus telur udah jadi, yippiee! Siapa yang bisa nolak mie
rebus telur panas dan makannya di puncak gunung saat malam-malam dingin. Waktu
sudah menunjukkan pukul 02.00, saatnya tidur. Semoga tidak ketinggalan liat sunrise.
Akhirnya kami
bangun pagi dan liat sunrise cuuaantik
dengan pemandangan berbagai gunung yang terihat dari puncak Gunung Prau,
subhanallah cantik pokoknya. Akhirnya salah satu hal yang paling diinginkan
terlaksana juga. Tentu saja kami berfoto dari mulai matahari belum nongol
sampai matahari agak tinggi. Captain buat
video timelapse matahari terbit, tapi
di area kita foto-foto, hmm kalau kita deket-deket hapenya, dia geram dan
langsung bilang, “Awas….awas...nyenggol tak polo!” hmmm yakali, padahal spot
foto tu terbatas because banyak bener
orang yang mau ambil gambar. Lapaar melanda, mereka masak air dan saya masih
asyik foto-foto *maafkan orang norak ini gaaes, kami sarapan popmie
*sluuuuuurrrp.
Pukul 08.00 kami memutuskan untuk packing dan bongkar tenda, saatnya pulang. Perjalanan turun lebih cepat,
waktu tempuh hanya 1,5 jam. Kalau pas turun tenaga kaki lebih dibutuhkan,
karena harus nahan berat tubuh juga, asli pegeeeel. Tapi pas turun jadi tahu
pemandangan kanan kiri yang sumpah biutipul bangeeet, emejing pokoknya. Tapi tetep
aja berdebu dan debunya keliatan, meski gitu turunnya juga traffic di awal karena banyak banget yang turun. Tadinya aku bawa logistik
sisa, tapi kutukar dengan bawaan Mas Della yang hanya bawa air minum, *yakali
badan gede bawaan dikit. Tapi waktu turun kakinya tremor, hehehe salah siapa
punya kaki panjang, “Poor you raksasa”.
Sampai basecamp dengan penampilan gembel
membuat kita pengen mandi. Tapi Captain
bilang mandi pom bensin di bawah. Okeeee! Pas perjalanan ke pom si Faishal
minta turun di gapura Dieng yang hits itu “Poto dulu bentaar!”, katanya kalau mau
dipost mau dikasih caption “wisata budaya nasional” yasalaaaam. Setelah
itu kami lanjut perjalanan dan beli oleh-oleh. Sampai pom kami semua mandi dan
lanjut perjalanan untuk makan. Dari tempat makan kami berpisah dan kembali ke
tempat masing-masing. Saya dan Rahmat kembali ke asrama melalui Purworejo. Di tengah
perjalanan saking ngantuknya, saya hampir saja ngglebak waktu dibonceng Rahmat.
“Mat, mampir indo apa alfa dong, mau beli kopi.” Serius ngantuk banget. Lanjuuut
perjalanan kami berdua ngembaliin tenda ke tempat persewaan, sampai asrama pas maghrib.
*my team!
Seru itu
ketika muncak dan nge-camp untuk
pertama kali bareng sama mereka. Walau mereka udah expert banget, mereka mau nunggu saya dengan sabar. Ucapan terima
kasih dan salut buat mereka yang mau menemani saya sampai puncak. Mereka ga
ngremehin atau sok banget karena udah berkali-kali naik gunung. Kalau ditanya
kapok nggak? Saya menjawab nggak sama sekali, malah pengen lagi… siapa tahu
besok-besok mendaki gunung yang tracknya
bisa lebih dari 5 jam *wkwkwkw yakin ga ngeluh lu Ndo?. Saya akui, saya bukan
anak gunung, saya lebih suka ke pantai. Tapi sebisa mungkin saya menantang diri
saya sendiri untuk melakukan banyak hal. Meski ini baru pendakian yang dibilang
mudah sama yang sudah biasa naik gunung, tapi bagi saya yang newbie banget ini adalah hal sulit. Angkat
topi untuk team yang menemani saya camp pertama kali di gunung, mengajari
banyak hal dan membuat perjalanan ini jadi memorable bangeeeet *peluuuk
satu-satu!
Gunung Prau, 28-29 Juli 2018
0 comments