SEEKOR KUPU-KUPU DI DALAM TREM




Tangan menenangkan ini lagi yang menolongku untuk berdiri ketika aku jatuh. Aneh, ketika seseorang yang memiliki tangan ini berbalik, terdapat sayap di punggungnya. Seperti peri, peri kupu-kupu. Kini ia pergi terbang entah ke mana. Aku tahu aku sedang bermimpi, hingga bunyi besi yang bergesekan membangunkanku. Trem berhenti.
Selamat pagi.
            Sakit kepala menyerang dengan tiba-tiba ketika aku bangun dari tidur singkatku ini. kulihat jam di tangan, sudah pukul 06.15. Aku mengusap wajahku, resah melihat ke luar jendela trem. Banyak penumpang yang masuk, salah satunya nenek-nenek membawa tas besar kosong, pastilah ia akan belanja di pusat kota pikirku. Aku memberikan tempat dudukku untuknya, pusat kota masih sekitar tiga puluh menit lagi. Kini, aku berdiri dan masih dengan sakit kepala yang menyergap.
            “Saya punya obat sakit kepala jika kamu mau,” seorang perempuan di depanku tiba-tiba bersuara.
            Aku celingukan. “Kau berbicara denganku?”
            “Siapa lagi kalau bukan kamu, bukankah kamu sedang sakit kepala?”
            Trem mulai melaju lagi.
            Aku melihat dan memerhatikan perempuan di depanku dengan teliti. Aku mengira dia seumuran denganku. Cantik, rambutnya diikat ke atas ditambah dengan bando berwarna putih, menimbulkan kesan manis. Ia memakai kaos putih dipadu dengan blus warna biru muda dan rok di bawah lutut. Bersepatu kets, satu tangannya membawa biola dan tangan satunya memegang pegangan trem. Satu hal yang membuatku takjub, ia memiliki inner beauty. Jelas ia punya dan aku dapat merasakannya.
            “Bagaimana kau tahu aku sedang sakit kepala?”
            “Kamu pucat dan terus memegangi kepala. Sepertinya kamu punya banyak masalah, mungkin masalah cinta, pekerjaan atau.......”
            “Pekerjaan!” Tiba-tiba bagai terdorong suatu hal aku menjawab dengan mantap, aku juga bingung mengapa aku tiba-tiba menjawabnya. Ia bagai seorang ahli fisiognomi yang dapat membaca karakterku lewat wajah. Kemudian, ia memberiku obat sakit kepala dan aku langsung meminumnya.
            “Terima kasih.”
            “Sama-sama. Nama saya Jasmine. Kamu bekerja di mana?” Ia menanyaiku lagi.
            “Ehm, namaku Nathan, aku bekerja di departemen keuangan pusat kota.”
            “Pantas saja kamu terlihat punya banyak masalah, pasti kamu pusing dengan pekerjaanmu. Tetapi sepertinya bukan hanya masalah pekerjaan.” Ia menebak, membaca raut mukaku yang sedikit gelisah.
            “Masalah cinta.....kekasihku menghianatiku, bahkan ia bermain dengan sahabatku sendiri.” Aku terkejut bukan main, bagaimana bisa aku mengatakan hal privasi semacam ini begitu saja dengan orang yang baru kukenal. Entah mengapa aku merasa harus berbagi cerita dengannya. Aku terhisap oleh medan magnet seorang Jasmine dan seperti sudah mengenal lama perempuan yang kini ada di hadapanku.
            “Setiap orang yang datang dalam hidupmu selalu memberi sesuatu untukmu, kenangan atau pelajaran. Jangan habiskan waktumu untuk menyalahkan keadaan, karena akhir yang bahagia tak selamanya bersama, ini bukan cerita dongeng. Kadang perpisahan juga bisa menjadi sebuah penyelesaian yang terbaik.”
            Aku termenung, trem berhenti lagi.
            “Menakjubkan! Seakan-akan kau pernah mengalaminya.” Raut mukaku berubah.
            “Saya belajar dari seseorang, di masa lalu.”
            Trem bergerak lagi.
            Selanjutnya, percakapan kami diisi oleh cerita-cerita Jasmine. Kami impas, Jasmine bercerita tentang pekerjaannya. Dia seorang guru musik, dari ceritanya pula aku tahu bahwa bulan depan ia akan mengadakan resital biola bersama teman-temannya di taman pusat kota.
            “Mengapa di taman pusat kota bukan di auditorium?” Tanyaku penasaran.
            “Saya lebih suka di outdoor karena saya ingin banyak orang melihat pertunjukkan kami. Maka, taman pusat kota yang saya pilih. Ini juga musim semi, banyak kupu-kupu di sana.”
            “Kau suka kupu-kupu?” Tanyaku lagi.
            “Iya, lihatlah bagaimana mereka bermetamorfosis! Mereka berubah, mereka ingin menjadi sesuatu yang lebih baik. Kau tahu banyak orang yang jijik melihat ulat. Tuhan benar-benar adil.”
            Mata kami bertemu.
            “Sepertinya aku lama mengenalmu Jasmine. Apakah kita pernah bertemu?”
            Jasmine tersenyum, dia manis sekali.
            “Saya harus jujur denganmu. Sekarang atau tidak sama sekali.” Raut muka Jasmine berubah menjadi serius.
            Aku bingung. Jasmine, jujur, apa maksud semua ini?
            “Seseorang pernah mengajarkan saya untuk melihat cahaya di ujung terowongan dan menunggu pelangi setelah hujan, dan orang yang mengajarkan itu semua ada di hadapan saya sekarang.” Suara Jasmine terdengar serak, matanya mulai berkaca-kaca.
            “Apa maksudmu Jasmine?” Kebingungan mulai menyerangku.
           Jasmine membuka tempat biola, lalu dia mengambil biolanya. Ada sebuah foto tertempel di belakang biola itu, samar-samar kulihat. Aku seperti mengenal orang yang ada di foto itu. Ya, aku mengenalnya. Dia bernama Rosie. Seseorang yang pernah ada di masa lalu.
            “Bagaimana kau memiliki foto Rosie, Jas?” Aku semakin bingung.
            “Kenyataan pertama yang harus kamu tahu, saya adalah Rosie. Primrose Jasmine, itu nama saya.”
            “Tapi....bagaimana bisa kau....” Aku semakin bingung.
            “Kenyataan kedua adalah dulu ada seorang gadis gemuk, hitam, dan jelek yang menyukaimu, tetapi kamu jijik dan tidak mau sedetikpun menatapnya. Gadis itu adalah saya.”
            Kini, orang-orang yang ada di dalam trem menatap kami. Aku tak tahu apakah mereka mendengar semua percakapan kami. Bagaimana bisa Rosie kini berubah menjadi seseorang yang cantik bernama Jasmine. Mereka seperti orang yang benar-benar berbeda.
          “Aku sungguh menyesal Ros....Jas.... arrrgghhh siapapun namamu. Aku benar-benar jahat padamu Jas. Maaf!” Aku marah. Bukan pada Jasmine, tetapi pada diriku sendiri.
            “Semua sudah terlambat Nathan, kenyataan ketiga adalah saya sudah beberapa hari ini mengikuti kebiasaanmu. Pagi-pagi sekali naik trem dan pasti kamu tertidur di bangku pojok, kau selalu memegangi kepalamu karena sepertinya kamu sakit kepala. Saya sudah menunggu beberapa hari ini untuk memberanikan diri menemuimu.” Ucap Jasmine yang mengalir tanpa jeda.
            “Jas.....” Mulutku sulit sekali untuk berbicara.
            “Foto ini yang mengingatkan saya pada masa-masa sulit yang telah saya lalui. Kamu tak bisa merubah masa lalumu, tetapi kamu dapat membiarkannya pergi dan memulai masa depanmu. Kata-kata yang menyadarkan saya bahwa saya harus segera bangkit, dan merubah saya seperti sekarang ini agar orang-orang tak meremehkan saya.”
            Aku mengusap wajahku, untuk kesekian kalinya.
            “Dulu, kamu seperti tabir yang tak bisa ditembus Nathan.” Air mata Jasmine menetes.
            “Aku benar-benar minta maaf Jas.” Aku benar-benar pasrah.
            “Sudahlah Nathan, saya sudah memaafkanmu dari dulu. Terima kasih telah mengajar-kan pelajaran yang sangat berharga kepada saya.” Jasmine menghapus air matanya.
            Tempat pemberhentian trem di pusat kota sudah terlihat. Aku masih membisu. Jasmine memasukkan biola ke tempatnya. Orang-orang mulai bersiap-siap untuk turun di pemberhentian trem pusat kota.
            “Jas....bagaimana perasaanmu padaku sekarang?” Tanyaku dengan suara perlahan.
            “Orang pernah berkata, Tuhan punya tiga cara untuk jawab doamu. Ya, Dia berikan apa yang kamu mau. Tidak, Dia berikan yang lebih baik. Tunggu, Dia berikan yang terbaik.”
            “Aku tak paham dengan maksudmu Jas.” Aku mengaruk-garuk kepala.
            “Ku rasa Tuhan menjawab doa saya dengan tidak dan tunggu, Dia berikan saya yang lebih baik dan yang terbaik. Saya akan menikah, besok!”
            Trem benar-benar telah berhenti, begitu juga dengan duniaku. Aku terkejut perihal Jasmine yang akan menikah esok hari. Semua kepingan-kepingan ini menjadi satu dan mengatakan segalanya. Mimpi peri kupu-kupu, seseorang dari masa lalu, penyesalan dan trem ini. Jasmine datang di hidupku dengan memberikan kenangan dan pelajaran. Jasmine benar, kupu-kupu bermetamorfosis dari ulat agar dunia tahu Tuhan itu adil.
            Sebagian orang-orang di trem turun di pemberhentian ini. Aku masih dalam situasi stagnan ini. Jasmine sudah turun. Aku duduk pada sebuah bangku, menatap langit-langit trem yang catnya mulai mengelupas. Sakit kepala ini kembali menyerangku. Aku tidak turun dari trem, padahal seharusnya ini adalah tempat pemberhentianku.
Aku masih terpaku pada  posisi yang sama. Kali ini aku menatap Jasmine di luar. Rosie sudah berubah menjadi Jasmine. Aku belajar dari Jasmine, bahwa tak perlu mencintai seseorang yang sempurna, karena bahagia sesungguhnya adalah ketika mencintai seseorang dengan cara yang sempurna. Trem mulai berangkat lagi. Entah kemana trem ini akan membawaku. Aku ingin memejamkan mata ini sebentar saja, dan berharap ini hanya sebuah mimpi.
***



Trem adalah Kereta yang dijalankan oleh tenaga listrik atau lokomotif kecil, biasanya digunakan sebagai angkutan penumpang dalam kota.

You Might Also Like

1 comments