Catatan Tentang Cinta dan Lain-Lain
Aku
masih menunggu babak baru kita, aku lelah hanya di babak di mana aku menunggumu
dan kau sibuk dengan duniamu.
Sudah
lama aku duduk terdiam di penghujung senja jingga temaram, menunggumu memanggil
namaku, membuat seribu pertanyaan di kepalaku.
Bukankah
kita tidak sepakat untuk hal ini, aku di sini menunggu senja jingga temaram,
dan kau menunggu matahari terbit di ufuk timur.
Mendung
ini mengingatkanku akan kepingan-kepingan yang menjadi semakin jelas. Aku, kau
dan Merbabu. Kabut yang menyelimuti sepotong kisah ini.
Hujan
datang (lagi), ketika aku tak sanggup menghapus semua masa lalu dan kenangan
pahit. Yang aku tahu hujan tak pernah menyesal untuk turun dari langit.
Membayangkanmu
itu mudah, yang sulit adalah menggusirmu dari pikiranku . . .
Hujan,
tahukah ia bahwa aku berdiri kau kenai hanya untuk menunggunya. .
Biar
semua terhapus oleh hujan. Masa lalu, kenangan pahit dan rindu yang tertahan.
Seperti
berlayar tapi tak tahu ke mana sebenarnya arah dan tujuannya. Sama seperti
mencari sepotong hatimu yang hilang. .
0 comments