Perjalanan Hati: A Decision
Seorang perempuan berusia 17 tahun sedang duduk di
sebuah kafe, dia meminum cappuccino scuro yang dia pesan. Dia gelisah,
terlihat jelas dari cara duduknya yang tak nyaman. Dia hanya menunduk, dia
sedang mengumpulkan keberanian untuk mengambil sebuah keputusan. Keputusan yang
sangat berat.
Pintu kafe terbuka, sesosok pemuda yang masih
mengenakan seragam sekolah masuk ke dalam kafe. Dia mengedarkan pandangannya
dan mencari seseorang, dia tersenyum, dia menemukan sesosok perempuan yang
masih mengenakan seragam sekolah yang sama dengan yang dia kenakan, dia sedang
meminum cappucinno scuro, minuman favoritnya. Dia menghampiri perempuan
itu.
“Maaf menunggu terlalu lama, aku harus menyelesaikan
urusan di sekolah, ada apa kau menyuruhku ke mari?” Kata pemuda itu sambil
menarik kursi dan duduk di hadapan perempuan tersebut.
Perempuan itu memandang lekat-lekat sang pemuda. Tanpa
basa-basi perempuan itu berkata,“Aku mau kita sampai di sini saja,” perempuan itu
kemudian menunduk.
“Apa maksud kamu El?” Tanya pemuda itu penuh
kebingungan.
“Aku tahu ini berat, tapi ini keputusan yang sudah aku
pikirkan jauh-jauh hari. Aku lelah seperti ini terus Haf. Aku capek dengan
segala omongan orang-orang di belakang kita.” Kini perempuan itu terisak dan
menangis.
“Bukankah yang ngejalani hubungan ini kita El, bukan
mereka. Kau tak perlu memikirkan omongan tak penting mereka.” Kata Hafi
menenangkan.
“Keputusanku sudah bulat, aku harus berpisah denganmu.”
Perempuan bernama El itu menyeka air matanya.
“Kau tahu sejak awal aku mencintaimu karena apa. Senyum
dan ketulusanmu itu, tidak lebih dan kau tahu itu. Aku tidak pernah peduli
orang mau berkata apa tentang kita!!” Hafi sedikit marah.
Kini Hafi beranjak dan pergi, ia meninggalkan El yang
menangis dan semakin terisak dalam tangisnya. Ia tidak peduli dengan pengunjung
kafe yang lain, pasti mereka sudah beranggapan bahwa mereka sedang menyaksikan
adegan drama layaknya di ftv-ftv. El ingin beranjak dan pulang, ia ingin segera
sampai rumah dan menangis lebih keras. Sebelum ia beranjak dari tempat duduknya,
tiba-tiba Hafi ada di depannya. Kini ia di samping tempat duduk Elga, tiba-tiba
saja Hafi berlutut dengan satu kakinya.
Ia berdeham dan berkata, “aku mau kamu jadi tempat pemberhentianku,
bukan cuma sekedar tempat peristirahatanku. Aku mau kamu jadi rumahku tempat
aku pulang dan kembali.”
to
be continued
0 comments