Sebuah Potret Dirimu Hari Ini

 

Aku mencoba untuk mengamati dengan saksama potret dirimu. Lucu, kau tersenyum. Senyum paling tulus yang pernah aku lihat dari dirimu. Rasa rindu ini hadir lagi dan aku masih terpaku pada sosok yang sedang kuamati di dalam sebuah potret ini, ya itu adalah dirimu. Aku tak tahu ini curahan hati yang ke berapa. Ku pandangi potret dirimu lagi.
Kau tak berubah, 4 tahun ini kau masih saja tetap sama. Wajah teduh, bahu menenangkan, dan senyum tulus itu. Aku tak akan mungkin dapat melupakannya. Mata damai, hidung tegas, telinga peri, hahaha aku tertawa setiap melihat telingamu yang seperti peri itu, lebar dan meruncing ke atas. Rambutmu juga tak pernah berubah dari dulu, tetap sama. Hanya saja, bibirmu berubah. Kesan manis hadir di sana. Lucu, aku baru saja membaca cerita pendek yang berjudul, Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Karya Hamsad Rangkuti. Aku jadi berimajinasi tentang kita.
Aku ingin memeluk wangi tubuhmu atau memelukmu dari belakang agar aku bisa merasakan punggung hangatmu. Sial, aku tak harusnya mengkhayalkan hal itu lagi. Dalam potretmu kau mengenakan baju hitam yang menambah kesan hangat, sisi lain dirimu. Ingatkah pertama kali kita berkenalan dan kau menyalamiku dengan tanganmu, sweet. Aku memang tidak mengalami apa yang orang-orang sebut dengan cinta pada pandangan pertama. Cinta itu butuh proses!
I can’t moving on now. Itu saja yang aku sadari sebagai kelemahan terbesar dalam hidupku. Tetapi, aku senang masih di sini dan berharap sebuah keajaiban kan datang , meski aku tahu itu mustahil terjadi. Ada ribuan alasan di galaksi bimasakti ini untuk menentang itu semua. Salah satunya keberadaanmu yang tak aku ketahui hingga saat ini. Aku sulit untuk menyerah, i won’t give up.
Aku ingat pertama kali kenal dirimu yang sesungguhnya: kau yang keras kepala, kau yang berpegang teguh pada arti sebuah persahabatan, kau yang egois, kau yang baik hati, kau yang humoris, kau yang penyabar, kau yang sebenarnya rapuh, kau yang dingin, kau yang hangat, kau yang pandai, kau yang sensitif, kau yang sederhana, dan kau yang tak pernah tahu aku yang mencintaimu.
Aku merindukanmu lagi, entah sudah yang ke berapa kali. Potret yang sedang aku pandangi menjawab segalanya. Ku ingin kita semakin dekat, namun Tuhan tak menghendakinya. Orang-orang berkata padaku, aku melakukan hal yang sia-sia. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Aku harus menutup telinga ketika orang-orang berkata, “Kau terlalu membuang waktumu untuk bermimpi disaat kau dapat bangun dan mewujudkan mimpimu yang lain.” Aku memang egois dan keras kepala untuk yang satu ini, karena aku mau tetap KAMU. Bukan yang lain, itu saja.
 

You Might Also Like

0 comments